Setelah Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, tari Pendet, batik, kini giliran tari Tor-tor dan Gordang Sambilan yang jadi pemanas hubungan dua negeri serumpun, Indonesia dan Malaysia.
Sebagian masyarakat Indonesia menuding Malaysia berniat mengklaim kesenian asal Tapanuli ini dengan cara mendatanya berdasarkan Pasal 67 UU Warisan Nasional 2005 Malaysia. Sebaliknya, negeri jiran berdalil orang Mandailing sudah merantau ke sana sekitar 200 tahun lalu, sebelum ada negara bernama Indonesia.
Lepas dari lingkaran kontroversi ini, orang Mandailing yang tinggal di Malaysia, termasuk yang sudah menetap selama empat hingga lima generasi, mengaku bangga dengan warisan dan praktek budaya mereka yang kaya, termasuk Tor-tor dan Gordang Sambilan.
Bachtiar Nasution (58), yang dianggap tetua Mandailing Malaysia, adalah salah satunya. Ia datang dari Sumatera Utara pada tahun 1979 silam untuk mengajar musik tradisional selama 20 tahun, didasari rasa cinta dan keinginannya untuk berbagi kebudayaannya.
"Budaya Mandailing sangat agung, apik. Kami tak bisa membiarkannya punah," kata Bachtiar seperti dimuat situs Malaysia, The Star, 22 Juni 2012.
Ia mengaku sejumlah peralatan masih didatangkan dari Indonesia. "Drum-drum dibuat di Indonesia dan dibawa ke sini (Malaysia)," kata dia.
Bachtiar menjelaskan Tor-tor secara harafiah berarti "tarian". Sementara Gordang Sambilan bisa dimainkan di berbagai acara, termasuk pernikahan dan acara lainnya.
Ada sembilan drum yang dipakai dalam Gordang Sambilan, beda ukuran dan beda suara yang dihasilkan. Butuh empat orang untuk memainkannya. Tiga orang memainkan masing-masing satu drum: kudong-kudong, panulus, dan tampul-tampul. Sementara orang keempat memainkan tiga sekaligus, yang disebut jangak.
Untuk membuatnya lebih berirama, ditambahkan instrumen lain, termasuk cak lempong (satu set gong kecil dari kuningan, mirip salah satu instrumen gamelan), gong, dan seruling.
Sementara itu, dimuat situs media yang sama, Sabtu 23 Juni 2012, sebagai etnis Mandailing, Zari Malaysiana mengaku bangga Malaysia memiliki keinginan untuk membuat Tor-tor sebagai bagian dari warisan budayanya.
"Tor-tor dan Gordang Sambilan adalah kesenian unik dari Mandailing. Namun keduanya belum pernah mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya," kata dia. Pengakuan juga bahkan belum pernah datang dari Indonesia, tempat nenek moyang orang Mandailing berasal.
"Menjadi yang pertama memberi cap sebagai warisan budaya, kami, orang Mandailing di Malaysia harus sabar menerima penolakan dari negara tetangga. Karena produk tersebut merupakan warisan bersama yang kita (Malaysia) cap sebagai warisan budaya dan produk pariwisata," kata dia.
Ia berharap agar tak lagi ada saling klaim di masa depan, UNESCO harus lebih spesifik dalam hal-ihwal adopsi warisan budaya, untuk menghindari kesalahpahaman dan kontroversi seperti sekarang.
"Orang Mandailing sendiri harus melihat gambaran yang lebih besar, bahwa budaya mereka dihargai di seluruh dunia dan terus bertahan di era modernitas," kata warga Petaling Jaya, Selangor itu.
Sumber:vivanews